Minggu, 15 April 2012

BBM naik, apa dasar hukumnya?



JAKARTA - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan, adanya rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi harus jelas dasar hukumnya.

"Ketika sebuah larangan ditetapkan dan diberlakukan ke masyarakat,  ini harus memiliki dasar hukum yang jelas, tegas dan bukan hanya berpedoman kepada peraturan menteri saja," kata Sofyano Zakaria kepada wartawan, tadi malam.

Dia menjelaskan, pemerintah harus menjelaskan alas hukum yang digunakan ketika membuat kebijakan tersebut. Karena pembatasan pengguna BBM bersubsidi jelas dapat dimaknai publik sebagai amar larangan bagi masyarakat tertentu, untuk mempergunakan BBM bersubsidi. "Lain halnya jika pembatasan tersebut dinyatakan sebagai kebijakan yang tidak berbentuk larangan," ujar Sofyano.

Menurut Sofyano, pembatasan pembelian BBM bersubsidi pada jenis-jenis kendaraan tertentu hanya akan menyulitkan para operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Mulai bagaimana menentukan cc sebuah kendaraan, sehingga sangat berpotensi menimbulkan masalah besar bagi petugas SPBU. "Pemberian stiker akan diberikan kepada kendaraan yang mana, apa pada kendaraan 1.300 cc ke bawah atau hanya pada yang 1.300 cc ke atas. Dan bagaimana jika stiker tersebut hilang atau sengaja dihilangkan, apakah sistim stiker ini bisa menjamin kebijakan tersebut berjalan," ujarnya.

Direktur Puskepi menambahkan, pemerintah harus terlebih dahulu mengkaji pula akan adanya pemilik kendaraan yang boleh membeli BBM bersubsidi, dengan menjadikan hal itu sebagai bisnis mereka dengan menjual BBM bersubsidi kepada kendaraan yang dilarang membeli BBM bersubsidi. "Saya lebih sependapat dengan wakil menteri ESDM yang mengusulkan agar ada premium mix yang merupakan BBM hasil mix premiun oktan 88 dengan pertamax oktan 92.  Jika itu dilakukan maka akan ada BBM jenis premium plus dengan harga sekitar Rp7.500 per liter," ungkapnya.

Pemerintah melalui Pertamina bisa saja melakukan penjualan premium plus tersebut dengan mengurangi "dispensing pump" menekan pengeluaran pada SPBU  yang biasa menjual premium bersubsidi. Dengan berkurangnya fasilitas mesin pompa atau SPBU yang menjual premium, maka akan terjadi antrean panjang dan ini bisa membuat masyarakat beralih ke SPBU yang sepi yang menjual premium plus.

Sofyano menambahkan, terkait pertimbangan pemerintah yang menyatakan tidaklah adil jika golongan mampu menggunakan BBM bersubsidi, itu justru pernyataan yang tidak adil dan tidak cerdas. “Melarang pemilik kendaraan jenis tertentu membeli BBM bersubsidi justru melanggar hak asasi warga negara dan hak memperoleh keadilan bagi setiap warga negara dalam pemenuhan kebutuhan hidup tanpa terkecuali terhadap BBM bersubsidi," katanya.

Sementara itu, seperti diberitakan, pemerintah tengah menggodok berbagai langkah penghematan subsidi BBM. Selain mengatur pelarangan BBM bersubsidi bagi mobil ber cc tertentu, pemerintah melarang pembelian BBM bersubsidi bagi kendaraan-kendaraan dinas. Pemerintah juga akan mengatur agar BBM bersubsidi tidak diperjualbelikan di SPBUdi daerah-daerah elit.

Langkah penghematan tersebut dibutuhkan seiring dengan semakin meningkatnya harga minyak yang membuat selisih harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi semakin tinggi. Tanpa langkah penghematan akan membuat pembengkakan dana subsidi yang menekan anggaran pendapatan dan belanja negara 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar